Bradford, Inggris Utara, Memiliki tubuh yang berbeza dengan orang lain kadang boleh menimbulkan ejekan tertentu. Hal ini yang mendorong Sanika Hussain untuk operasi ekstrem memanjangkan kaki kerana tidak tahan sering di ejek.
Sanika memiliki tinggi badan 134,62 cm yang membuatnya seringkali diganggu dan diejek ketika berada di taman bermain dan sekolah. Ada yang meneriakinya dengan sebutan 'Mini Me' dan 'Freak' sambil berlari dan tertawa, keadaan ini membuat Sanika terpukul dan selalu menangis setiap kali ia pulang ke rumahnya.
Sanika diketahui memiliki keadaan hypochondroplasia iaitu suatu bentuk dwarfisme yang membuat ukuran tubuhnya lebih kecil dibandingkan orang normal. Keadaan fisik ini membuatnya sering mengalami bullying baik secara mental maupun fisik.
Kerana tak tahan terus menerus di-bully, maka pada November 2010 saat berusia 20 tahun, Sanika memutuskan untuk mengambil tindakan drastis operasi pemanjangan kaki untuk menambah tinggi badannya sebesar 3,5 inci (8,89 cm).
Operasi pemanjangan kaki yang drastis ini merupakan pembedahan yang menyakitkan dan melibatkan kedua tulang keringnya yang dipatahkan lalu menggunakan serangkaian pin dan kawat, sehingga tulang baru boleh tumbuh untuk mengisi kesenjangan yang ada dan meningkatkan tinggi badan.
Keadaan ini membuat Sanika merasakan sakit yang konstan terjadi dan memerlukankan proses pemulihan sekitar 2 tahun sebelum ia boleh berjalan lagi. Namun ia mengungkapkan bahawa hal ini lebih baik dibandingkan dengan penyiksaan yang ia terima setiap hari.
"Sejak saya boleh mengingat, mereka selalu menyebut saya dengan nama-nama mengerikan seperti 'Dwarfy, 'Freak' dan 'Shorty'. Saya ingat mereka memukul dan menendang saya lalu memanggil dengan segala macam nama, tapi yang paling menyakitkan adalah panggilan 'Mini Me'," ujar Sanika, seperti dikutip dari The Sun, Selasa (6/12/2011).
Kadang ia harus berpura-pura sakit di depan ibunya agar diizinkan tidak sekolah. Kini ia merasakan sakit bukan dari panggilan atau penyiksaan orang-orang, namun dari keadaan setelah operasi. Ia percaya bahawa setelah semuanya selesai, ia akan boleh diterima dengan baik dan tak ada lagi panggilan jahat untuknya.
Ketika dilahirkan, Sanika nampak seperti bayi sehat lainnya, tapi ketika berusia 7 tahun ia memiliki tubuh lebih pendek dibanding teman-temannya. Kerana khuatir, sang ibu Yasmin (43 tahun) membawanya ke doktor dan dikatakan ia memiliki gangguan pertumbuhan tanpa penjelasan apa-apa.
Diagnosis hypochondroplasia baru diketahui tahun 2009 ketika melakukan ujian tinggi badan sebelum operasi. Ia disarankan melakukan perawatan hormon pertumbuhan untuk memperpanjang tinggi badannya.
"Tapi ibu tidak mengizinkan kerana efek samping ubat yang parah salah satunya risiko terkena diabetes," ujar Sanika.
Namun keadaan ini ternyata membuatnya lebih menderita dan terintimidasi sampai ia mencapai satu titik yang mana sudah tidak tahan lagi. Ketika berusia 18 tahun ia mulai mencari operasi perpanjang kaki atau dikenal dengan Symmetric Extended Limb Lengthening.
"Saya mengunjungi doktor dan menjelaskan betapa buruk hidup saya, hingga akhirnya saya dirujuk ke spesialis dan disepakati menjalani operasi tersebut. Pada Mei 2009 saya mulai ujian darah dan pemeriksaan sinar X," ungkapnya.
Sebelum operasi, Sanika melakukan kaunseling untuk memastikan ia memahami periode pemulihan yang menyakitkan. Setelah operasi ia berinstirahat di tempat tidur dengan penyangga kaki selama 24 jam dan menunggu 12 bulan sampai tulang baru mengeras meski ia belum bisa berjalan.
Operasi ini terbilang ekstrem kerana penyembuhannya jauh lebih lambat dibanding patah tulang yang biasa terjadi. Komplikasi boleh terjadi termasuk infeksi pada tulang dan kulit, pin tulang patah di tulang yang baru, masalah kulit serta kadang menyebabkan kecacatan kaki. Kerananya ahli bedah dan psikolog akan menilai setiap kes secara hati-hati sebelum memutuskan operasi.
"Para pengganggu itu sudah menghantar saya melakukan operasi ekstrem seperti ini, dan saya harap tidak ada lagi orang-orang yang mengejek orang lain yang memiliki keadaan serupa dengan saya," ujar Sanika.
Sanika diketahui memiliki keadaan hypochondroplasia iaitu suatu bentuk dwarfisme yang membuat ukuran tubuhnya lebih kecil dibandingkan orang normal. Keadaan fisik ini membuatnya sering mengalami bullying baik secara mental maupun fisik.
Kerana tak tahan terus menerus di-bully, maka pada November 2010 saat berusia 20 tahun, Sanika memutuskan untuk mengambil tindakan drastis operasi pemanjangan kaki untuk menambah tinggi badannya sebesar 3,5 inci (8,89 cm).
Operasi pemanjangan kaki yang drastis ini merupakan pembedahan yang menyakitkan dan melibatkan kedua tulang keringnya yang dipatahkan lalu menggunakan serangkaian pin dan kawat, sehingga tulang baru boleh tumbuh untuk mengisi kesenjangan yang ada dan meningkatkan tinggi badan.
Keadaan ini membuat Sanika merasakan sakit yang konstan terjadi dan memerlukankan proses pemulihan sekitar 2 tahun sebelum ia boleh berjalan lagi. Namun ia mengungkapkan bahawa hal ini lebih baik dibandingkan dengan penyiksaan yang ia terima setiap hari.
"Sejak saya boleh mengingat, mereka selalu menyebut saya dengan nama-nama mengerikan seperti 'Dwarfy, 'Freak' dan 'Shorty'. Saya ingat mereka memukul dan menendang saya lalu memanggil dengan segala macam nama, tapi yang paling menyakitkan adalah panggilan 'Mini Me'," ujar Sanika, seperti dikutip dari The Sun, Selasa (6/12/2011).
Kadang ia harus berpura-pura sakit di depan ibunya agar diizinkan tidak sekolah. Kini ia merasakan sakit bukan dari panggilan atau penyiksaan orang-orang, namun dari keadaan setelah operasi. Ia percaya bahawa setelah semuanya selesai, ia akan boleh diterima dengan baik dan tak ada lagi panggilan jahat untuknya.
Ketika dilahirkan, Sanika nampak seperti bayi sehat lainnya, tapi ketika berusia 7 tahun ia memiliki tubuh lebih pendek dibanding teman-temannya. Kerana khuatir, sang ibu Yasmin (43 tahun) membawanya ke doktor dan dikatakan ia memiliki gangguan pertumbuhan tanpa penjelasan apa-apa.
Diagnosis hypochondroplasia baru diketahui tahun 2009 ketika melakukan ujian tinggi badan sebelum operasi. Ia disarankan melakukan perawatan hormon pertumbuhan untuk memperpanjang tinggi badannya.
"Tapi ibu tidak mengizinkan kerana efek samping ubat yang parah salah satunya risiko terkena diabetes," ujar Sanika.
Namun keadaan ini ternyata membuatnya lebih menderita dan terintimidasi sampai ia mencapai satu titik yang mana sudah tidak tahan lagi. Ketika berusia 18 tahun ia mulai mencari operasi perpanjang kaki atau dikenal dengan Symmetric Extended Limb Lengthening.
"Saya mengunjungi doktor dan menjelaskan betapa buruk hidup saya, hingga akhirnya saya dirujuk ke spesialis dan disepakati menjalani operasi tersebut. Pada Mei 2009 saya mulai ujian darah dan pemeriksaan sinar X," ungkapnya.
Sebelum operasi, Sanika melakukan kaunseling untuk memastikan ia memahami periode pemulihan yang menyakitkan. Setelah operasi ia berinstirahat di tempat tidur dengan penyangga kaki selama 24 jam dan menunggu 12 bulan sampai tulang baru mengeras meski ia belum bisa berjalan.
Operasi ini terbilang ekstrem kerana penyembuhannya jauh lebih lambat dibanding patah tulang yang biasa terjadi. Komplikasi boleh terjadi termasuk infeksi pada tulang dan kulit, pin tulang patah di tulang yang baru, masalah kulit serta kadang menyebabkan kecacatan kaki. Kerananya ahli bedah dan psikolog akan menilai setiap kes secara hati-hati sebelum memutuskan operasi.
"Para pengganggu itu sudah menghantar saya melakukan operasi ekstrem seperti ini, dan saya harap tidak ada lagi orang-orang yang mengejek orang lain yang memiliki keadaan serupa dengan saya," ujar Sanika.
0 comments:
Post a Comment